Sepulang dari Madinah, setumpuk kegiatan telah
menanti Kiai muda yang berwawasan luas ini. Sontak, beliau sibuk membina
pengajian di kampung? kampung. Salah satunya, mengasuh pengajian di
Gang Paneli Talangsari Jember. Di tengah kesibukan mengasuh beberapa
pengajian, beliau juga tengah mempersiapkan embrio pesantrennya, Darus
Sholah. Tepatnya, pada 27 Rajab tahun 1987, Gus Yus meresmikan kelahiran
pesantrennya. Pesantren ini didirikan di JI. Moh. Yamin 25, Tegal Besar
Jember di atas tanah seluas 8 hektare. Saat itu, keadaan di lokasi
pesantren masih sunyi, tidak seramai sekarang. Belum ada kendaraan,
waktu itu. listrik juga masih menggunakan diesel. Hanya ada beberapa
gelintir santri yang menimba ilmu di pondok Gus Yus tersebut.
Adalah Kiai As'ad Syamsul Arifin, seorang kiai
kharismatik asal Situbondo, yang meletakkan batu pertama Pesantren Darus
Sholah. Sewaktu itu, Kiai As'ad sudah menjadi orang yang demikian
dituakan di jam'iyyah Nahdlatul Ulama. Kiai As'ad lah yang
bersama sejumlah kiai senior seperti KH. Achmad Shiddiq dan KH. Ali
Maksum, pada tahun 1984, menjadi tokoh kunci yang sangat menentukan
derap langkah Nahdlatul Ulama.
Saat itu, Nahdlatul Ulama berada
dalam ambang kehancuran karena badai konflik internal. Untungnya, kiai
As'ad dan beberapa kiai kharismatik yang lain berhasil menyelesaikan
konflik ini. Makanya, sangat tepat kiranya jika kiai yang juga abah KH
Fawa'id Situbondo ini yang didaulat Gus Yus untuk meresmikan
pesantrennya. Apalagi, ternyata KH Muhammad, abah Gus Yus, adalah senior
Kiai As'ad.
Sebaliknya, ketika Kiai As'ad bermaksud mendirikan
Ma'had Aly pada tahun 1990, Gus Yus dan juga Gus Nadzir, kakaknya
dimintai bantuannya untuk turut serta merumuskan pendirian program
pendidikan pasca pesantren tersebut. Bersama sejumlah kiai senior,
beliau didapuk untuk turut menyumbangkan pikiran bagi pendirian
dan pengembangan Ma'had Aly ke depan. MA sendiri diangankan oleh para
pendirinya, untuk mampu mencetak kader kader ulama yang, menurut Kiai
As'ad, kian langka. Tidak hanya itu. Pasca pendirian MA, Gus Yus juga
dimohon untuk menjadi salah satu staf pengajar di sana. Hanya karena
beliau belakangan sibuk di dunia politik, kiai politisi ini hanya
dimintai mengajar satu bulan sekali sebagai dosen tamu.
Sedikit
demi sedikit, Gus Yus pun membangun "pondasi" pondoknya. Santri
santrinya pun dari tahun ke tahun, kian banyak. Tidak hanya dari Jember,
tapi juga dari luar kota suwar-suwir tersebut. Karena maksud
memodernisasi pondok, Gus Yus akhirnya juga mendirikan sekolah umurn
seperti TK, SD, SMP Plus, SMA Unggulan, MA /MAK dan lain lain. Kendati
demikian, aura salaf pondok pesantren Darus Sholah tetap dipertahankan.
Nampaknya, Gus Yus hendak menerapkan kaidah :"al muhafadlah alal qadi mi as shalih wal akh dzu bil jadidi ashlah". Meneruskan tradisi salaf yang baik, tapi juga mengambil nilai modem yang baik.
Selain
itu, kiai yang juga politisi ini membangun masjid megah yang rencananya
dijadikan Islamic Centre. Mungkin, benar juga kata Kiai As'ad pada Gus
Yus, ketika bertiga: beliau, Gus Nadzir dan KH Hasan Bash pada 10
Ramadlan tahun 1990, secara khusus dipanggil oleh kiai kharismatik asal
Situbondo tersebut. "Raje pondukke sampean (akan besar pondok
anda)", tukas kiai As'ad sambil menepuk dada Gus Yus yang berada di
sebelahnya. Nampaknya, ramalan kiai sepuh ini benar-benar menjadi
kenyataan. Setapak demi setapak, Darus Sholah semakin ditata dengan
baik. Santri santrinya juga semakin meluber. Sungguh, prestasi yang luar
biasa. Dalam usia yang belia, pesantren baru ini cukup dikatakan maju
dan besar.
Gus Yus berharap, pesantrennya akan menjadi mandiri.
Mandiri, dalam arti kata, segala sesuatu yang berjalan di pesantren,
lebih karena sistem yang berjalan. Memang, banyak orang cukup risau,
siapa yang nanti menggantikan Gus Yus, jika sewaktu-waktu beliau tidak
ada. Karena, pengaruh kiai muda ini sangatlah menentukan. Tapi,
kerisauan ini sendiri sudah dijawab.Setelah ditinggalkan Gus Yus
kegiatan Darus Sholah tidak terganggu dan tidak terbengkalai,hal ini
dikarenakan Gus Yus telah meletakkan dasar-dasar manajemen pondok yang
profesional. Segalanya berjalan apa adanya sesuai dengan sistem yang
berlaku, dan bahkan Darus Sholah tambah menjelma menjadi pondok yang
sangat diminati oleh masyarakat, hal ini dibuktikan dengan semakin
bertambah banyak santri yang mondok dipesantren ini, bahkan Darus Sholah
kekurangan gedung (Ruang sekolah dan asrama) untuk menampung santri
yang semakin membeludak.
Hanya saja, banyak obsesi beliau yang belum selesai. Pertama, keinginan
Gus Yus mendirikan Perguruan Tinggi yang bersifat kejuruan di
pesantren. Seperti Akademi Perawat, Fakultas Kedokteran dan lain lain.
Kedua, membangun
studio radio yang dapat menjadi media dakwah ke masyarakat. Ini
mengingatkan kita, tatkala beliau aktif menjadi penyiar radio di masa
remaja. Dan ketiga, meneruskan pembangunan masjid yang beliau
cita-citakan bakal menjadi Islamic Centre, yang hingga kini baru 75
persen. Inilah tugas kolektif yang bakal dipikul, baik oleh Gus Nadzir,
selaku penerus/pengasuh Darus Sholah, ataupun perangkat sistemik Darus
Sholah yang lain seperti guru, ustadz dan lain sebagainya. (Sumber: Gus Yus Dari Pesantren Ke Senayan)
0 komentar:
Posting Komentar