728x90 AdSpace

  • LATEST NEWS

    Sabtu, 18 Oktober 2014

    Bangkai Busuk Dalam Perahuku

    Perahu negeriku, perahu bangsaku menyusuri gelombang
    semangat rakyatku, kibar benderaku menyeruak lautan.
    Menyeruak tiada henti satu persatu rakyat bangsa ini menyemangati dirinya sendiri sekedar untuk mendapatkan ruang bernegosiasi dengan nafas yang terpenggal-penggal menahan keelokan penguasa yang dengan arif memproklamirkan diri sebagai seorang wali negeri.. ih kok ngeri ..
    Perahu Negeriku, perahu bangsaku dari franky candu penggal sekedar untuk lebih memahami bahwa tanah yang berjejer dengan kepulauan ini bukanlah hamparan yang tergelar rapi oleh dasi-dasi pribadi, bukanlah hijau lautan yang terserak dengan hiasan ombang ambing sampah keserakahan menjadi saksi atas dulang punggawa negeri, bukan pula pinus yang berjejer rapi sekilas membentuk sebuah angan bahwa negeri ini indah, bahwa bangsa ini cuilan dari nikmat syurga yang menjadi anugrah.
    Negeri yang tercipta bersama keelokan alam, hamparan tanah yang menjulang tinggi menguatkan pondasi keseimbangan, lautan hijau kebiru-biruan yang memancarkan pantulan sebuah kehidupan, sekarang berganti lembar buram yang terserak memenuhi ketidakdayaan rakyat pinggiran.
    Sejenak candu pun membayangkan untaian sajak rendra tentang cerita sebuah negeri yang di bentangkan,

    Menghisap sebatang lisong, melihat Indonesia Raya, Mendengar 130 juta rakyat dan di langit
    dua tiga cukong mengangkang berak di atas kepala mereka, matahari terbit, fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak – kanak tanpa pendidikan.
    Aku bertanya, tetapi pertanyaan – pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papan tulis – papan tulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan.

    Delapan juta kanak – kanak, menghadapi satu jalan panjang, tanpa pilihan, tanpa pepohonan, tanpa dangau persinggahan, tanpa ada bayangan, ujungnya menghisap udara yang disemprot deodorant.
    Aku melihat sarjana – sarjana menganggur berpeluh di jalan raya, aku melihat wanita bunting antri uang pensiunan.

    Dan di langit para teknokrat berkata : Bahwa bangsa kita adalah bangsa yang malas, bahwa bangsa mesti dibangun, mesti di up-grade, disesuaikan dengan teknologi yang diimpor dari kahyangan. Dengan gunung – gunung menjulang, langit pesta warna di dalam senjakala
    Dan aku melihat protes – protes yang terpendam terhimpit di bawah tilam.

    Aku bertanya tetapi pertanyaanku membentur jidat penyair – penyair salon yang bersajak tentang anggur dan rembulan sementara ketidak adilan terjadi disampingnya dan delapan juta kanak – kanak tanpa pendidikan termangu – mangu di kaki dewi kesenian, bunga – bunga bangsa tahun depan berkunang – kunang pandang matanya di bawah iklan berlampu neon.
    Berjuta – juta harapan ibu dan bapak menjadi gemalau suara yang kacau, menjadi karang di bawah muka samudra

    Inilah sajakku, pamplet masa darurat.
    Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan, apakah artinya berpikir bila terpisah dari masalah kehidupan

    langit membentang cakrawala di depan melambaikan tantangan di atas tanahku, dari dalam airku tumbuh kebahagiaan, di sawah kampungku, di jalan kotaku terbit kesejahteraan.
    Tapi kuheran di tengah perjalanan muncullah ketimpangan aku heran, aku heran, yang salah dipertahankan yang benar disingkirkan
    Perahu negeriku, perahu bangsaku, jangan retak dindingmu, semangat rakyatku, derap kaki tekadmu jangan terantuk batu, tanah pertiwi anugerah ilahi jangan ambil sendiri, tanah pertiwi anugerah ilahi jangan makan sendiri.
    aku heran, satu kenyang, seribu kelaparan, keserakahan diagungka.
    Sudah panjang tapi kok masih kurang..
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Bangkai Busuk Dalam Perahuku Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top