Seorang pemuda yang gagah perkasa berjalan dengan langkah yang mantap
mencari Nabi hendak membunuhnya. Ia sangat membenci Nabi, dan agama
baru yang dibawanya. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seseorang
yang bernama Naim bin Abdullah yang menanyakan tujuan perjalanannya
tersebut. Kemudian diceritakannya niatnya itu.
Dengan mengejek, Naim mengatakan agar ia lebih baik memperbaiki
urusan rumah tangganya sendiri terlebih dahulu. Seketika itu juga pemuda
itu kembali ke rumah dan mendapatkan ipar lelakinya sedang asyik
membaca kitab suci Al-Qur’an (Surah Thoha). Langsung sang ipar dipukul
dengan ganas, pukulan yang tidak membuat ipar maupun adiknya
meninggalkan agama Islam. Pendirian adik perempuannya yang teguh itu
akhirnya justru menentramkan hatinya dan malahan ia memintanya membaca
kembali baris-baris Al-Qur’an. Permintaan tersebut dipenuhi dengan
senang hati.
Kandungan arti dan alunan ayat-ayat Kitabullah ternyata membuat si
pemuda itu begitu terpesonanya, sehingga ia bergegas ke rumah Nabi dan
langsung memeluk agama Islam. Begitulah pemuda yang bernama Umar bin
Khattab (581 – November 644), yang sebelum masuk Islam dikenal sebagai
musuh Islam yang berbahaya. Dengan rahmat dan hidayah Allah, Islam telah
bertambah kekuatannya dengan masuknya seorang pemuda yang gagah
perkasa. Ketiga bersaudara itu begitu gembiranya, sehingga mereka secara
spontan mengumandangkan “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar). Gaungnya
bergema di pegunungan di sekitarnya.
Nama lengkapnya Umar bin Khattab bin
Nafiel bin abdul Uzza, dilahirkan di Mekkah, dari Bani Adi, salah satu
rumpun suku Quraisy. Ayahnya bernama Khaththab bin Nufail Al Shimh Al
Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang
diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara yang haq dan bathil.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa
membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang.
Umar juga dikenal, karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara
gulat di Mekkah.
Sebelum memeluk Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah mekkah saat
itu, Umar mengubur putrinya hidup-hidup. Sebagaimana yang ia katakan
sendiri, “Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan
kemudian menyisir janggutku”.
Mabuk-mabukan juga merupakan hal yang umum dikalangan kaum Quraish.
Beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum
anggur. Setelah menjadi muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali,
meskipun belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan)
secara tegas.
Umar masuk agama Islam pada usia 27 tahun. Beliau dilahirkan di
Makkah, 40 tahun sebelum hijrah. Silsilahnya berkaitan dengan garis
keturunan Nabi pada generasi ke delapan. Moyangnya memegang jabatan duta
besar dan leluhurnya adalah pedagang. Ia salah satu dari 17 orang
Makkah yang terpelajar ketika kenabian dianugerahkan kepada Muhammad
SAW.
Dengan masuknya Umar ke dalam agama Islam, kekuatan kaum Muslimin
makin bertambah tangguh. Ia kemudian menjadi penasehat utama Abu Bakar
selama masa pemerintahan dua setengah tahun. Ketika Abu Bakar mangkat,
ia dipilih menjadi khalifah Islam yang kedua, jabatan yang diembannya
dengan sangat hebat selama sepuluh setengah tahun. Ia meninggal pada
tahun 644 M, dibunuh selagi menjadi imam sembahyang di masjid Nabi.
Pembunuhnya bernama Feroz alias Abu Lu’lu, seorang Majusi yang tidak
puas.
Ajaran-ajaran Nabi telah mengubah suku-suku bangsa Arab yang suka
berperang menjadi bangsa yang bersatu, dan merupakan suatu revolusi
terbesar dalam sejarah manusia. Dalam masa tidak sampai 30 tahun,
orang-orang Arab yang suka berkelana telah menjadi tuan sebuah kerajaan
terbesar di waktu itu. Prajurit-prajuritnya melanda tiga benua terkenal
di dunia, dan dua kerajaan besar Caesar (Romawi) dan Chesroes (Parsi)
bertekuk lutut di hadapan pasukan Islam yang perkasa. Nabi telah
meninggalkan sekelompok orang yang tidak mementingkan diri, yang telah
mengabdikan dirinya kepada satu tujuan, yakni berbakti kepada agama yang
baru itu. Salah seorang di antaranya adalah Umar al-Faruq, seorang
tokoh besar, di masa perang maupun di waktu damai. Tidak banyak tokoh
dalam sejarah manusia yang telah menunjukkan kepintaran dan kebaikan
hati yang melebihi Umar, baik sebagai pemimpin tentara di medan perang,
maupun dalam mengemban tugas-tugas terhadap rakyat serta dalam hak
ketaatan kepada keadilan. Kehebatannya terlihat juga dalam
mengkonsolidasikan negeri-negeri yang telah di taklukkan.
Islam sempat dituduh menyebarluaskan dirinya melalui ujung pedang.
Tapi riset sejarah modern yang dilakukan kemudian membuktikan bahwa
perang yang dilakukan orang Muslim selama kekhalifahan Khulafaurrosyidin
adalah untuk mempertahankan diri.
Sejarawan Inggris, Sir William Muir, melalui bukunya yang termasyur,
Rise, Decline and Fall of the Caliphate, mencatat bahwa setelah
penaklukan Mesopotamia, seorang jenderal Arab bernama Zaid memohon izin
Khalifah Umar untuk mengejar tentara Parsi yang melarikan diri ke
Khurasan. Keinginan jenderalnya itu ditolak Umar dengan berkata, “Saya
ingin agar antara Mesopotamia dan negara-negara di sekitar
pegunungan-pegunungan menjadi semacam batas penyekat, sehingga
orang-orang Parsi tidak akan mungkin menyerang kita. Demikian pula kita,
kita tidak bisa menyerang mereka. Dataran Irak sudah memenuhi keinginan
kita. Saya lebih menyukai keselamatan bangsaku dari pada ribuan barang
rampasan dan melebarkan wilayah penaklukkan. Muir mengomentarinya
demikian: “Pemikiran melakukan misi yang meliputi seluruh dunia masih
merupakan suatu embrio, kewajiban untuk memaksakan agama Islam melalui
peperangan belum lagi timbul dalam pikiran orang Muslimin.”
Umar adalah ahli strategi militer yang besar. Ia mengeluarkan
perintah operasi militer secara mendetail. Pernah ketika mengadakan
operasi militer untuk menghadapi kejahatan orang-orang Parsi, beliau
yang merancang komposisi pasukan Muslim, dan mengeluarkan perintah
dengan detailnya. Saat beliau menerima kabar hasil pertempurannya beliau
ingin segera menyampaikan berita gembira atas kemenangan tentara kaum
Muslimin kepada penduduk, lalu Khalifah Umar berpidato di hadapan
penduduk Madinah: “Saudara-saudaraku! Aku bukanlah rajamu yang ingin
menjadikan Anda budak. Aku adalah hamba Allah dan pengabdi hamba-Nya.
Kepadaku telah dipercayakan tanggung jawab yang berat untuk menjalankan
pemerintahan khilafah. Adalah tugasku membuat Anda senang dalam segala
hal, dan akan menjadi hari nahas bagiku jika timbul keinginan barang
sekalipun agar Anda melayaniku. Aku berhasrat mendidik Anda bukan
melalui perintah-perintah, tetapi melalui perbuatan.”
Pada tahun 634 M, pernah terjadi pertempuran dahsyat antara pasukan
Islam dan Romawi di dataran Yarmuk. Pihak Romawi mengerahkan 300.000
tentaranya, sedangkan tentara Muslimin hanya 46.000 orang. Walaupun
tidak terlatih dan berperlengkapan buruk, pasukan Muslimin yang
bertempur dengan gagah berani akhirnya berhasil mengalahkan tentara
Romawi. Sekitar 100.000 orang serdadu Romawi tewas sedangkan di pihak
Muslimin tidak lebih dari 3000 orang yang tewas dalam pertempuran itu.
Ketika Caesar diberitakan dengan kekalahan di pihaknya, dengan sedih ia
berteriak: “Selamat tinggal Syria,” dan dia mundur ke Konstantinopel.
Beberapa prajurit yang melarikan diri dari medan pertempuran Yarmuk,
mencari perlindungan di antara dinding-dinding benteng kota Yerusalem.
Kota dijaga oleh garnisun tentara yang kuat dan mereka mampu bertahan
cukup lama. Akhirnya uskup agung Yerusalem mengajak berdamai, tapi
menolak menyerah kecuali langsung kepada Khalifah sendiri. Umar
mengabulkan permohonan itu, menempuh perjalanan di Jabia tanpa
pengawalan dan arak-arakan kebesaran, kecuali ditemani seorang
pembantunya. Ketika Umar tiba di hadapan uskup agung dan para
pembantunya, Khalifah menuntun untanya yang ditunggangi pembantunya.
Para pendeta Kristen lalu sangat kagum dengan sikap rendah hati Khalifah
Islam dan penghargaannya pada persamaan martabat antara sesama manusia.
Uskup agung dalam kesempatan itu menyerahkan kunci kota suci kepada
Khalifah dan kemudian mereka bersama-sama memasuki kota.
Ketika ditawari bersembahyang di gereja Kebaktian, Umar menolaknya
dengan mengatakan: “Kalau saya berbuat demikian, kaum Muslimin di masa
depan akan melanggar perjanjian ini dengan alasan mengikuti contoh
saya.” Syarat-syarat perdamaian yang adil ditawarkan kepada orang
Kristen. Sedangkan kepada orang-orang Yahudi, yang membantu orang
Muslimin, hak milik mereka dikembalikan tanpa harus membayar pajak apa
pun.
Penaklukan Syria sudah selesai. Seorang sejarawan terkenal
mengatakan: “Syria telah tunduk pada tongkat kekuasaan Khalifah, 700
tahun setelah Pompey menurunkan tahta raja terakhir Macedonia. Setelah
kekalahannya yang terakhir, orang Romawi mengaku takluk, walaupun mereka
masih terus menyerang daerah-daerah Muslimin. Orang Romawi membangun
sebuah rintangan yang tidak bisa dilalui, antara daerahnya dan daerah
orang Muslim. Mereka juga mengubah sisa tanah luas miliknya di
perbatasan Asia menjadi sebuah padang pasir. Semua kota di jalur itu
dihancurkan, benteng-benteng dibongkar, dan penduduk dipaksa pindah ke
wilayah yang lebih utara. Demikianlah keadaannya apa yang dianggap
sebagai perbuatan orang Arab Muslim yang biadab sesungguhnya hasil
kebiadaban Byzantium.” Namun kebijaksanaan bumi hangus yang sembrono itu
ternyata tidak dapat menghalangi gelombang maju pasukan Muslimin.
Dipimpin Ayaz yang menjadi panglima, tentara Muslim melewati Tarsus, dan
maju sampai ke pantai Laut Hitam.
Menurut sejarawan terkenal, Baladhuri, tentara Islam seharusnya telah
mencapai Dataran Debal di Sind. Tapi, kata Thabari, Khalifah
menghalangi tentaranya maju lebih ke timur dari Mekran.
Suatu penelitian pernah dilakukan untuk menunjukkan faktor-faktor
yang menentukan kemenangan besar operasai militer Muslimin yang diraih
dalam waktu yang begitu singkat. Kita ketahui, selama pemerintahan
khalifah yang kedua, orang Islam memerintah daerah yang sangat luas.
Termasuk di dalamnya Syria, Mesir, Irak, Parsi, Khuzistan, Armenia,
Azerbaijan, Kirman, Khurasan, Mekran, dan sebagian Baluchistan. Pernah
sekelompok orang Arab yang bersenjata tidak lengkap dan tidak terlatih
berhasil menggulingkan dua kerajaan yang paling kuat di dunia. Apa yang
memotivasikan mereka? Ternyata, ajaran Nabi SAW. telah menanamkan
semangat baru kepada pengikut agama baru itu. Mereka merasa berjuang
hanya demi Allah semata. Kebijaksanaan khalifah Islam kedua dalam
memilih para jenderalnya dan syarat-syarat yang lunak yang ditawarkan
kepada bangsa-bangsa yang ditaklukan telah membantu terciptanya
serangkaian kemenangan bagi kaum Muslimin yang dicapai dalam waktu
sangat singkat.
Bila diteliti kitab sejarah Thabari, dapat diketahui bahwa Umar
al-Faruq, kendati berada ribuan mil dari medan perang, berhasil menuntun
pasukannya dan mengawasi gerakan pasukan musuh. Suatu kelebihan
anugerah Allah yang luar biasa. Dalam menaklukan musuhnya, khalifah
banyak menekankan pada segi moral, dengan menawarkan syarat-syarat yang
lunak, dan memberikan mereka segala macam hak yang bahkan dalam abad
modern ini tidak pernah ditawarkan kepada suatu bangsa yang kalah
perang. Hal ini sangat membantu memenangkan simpati rakyat, dan itu pada
akhirnya membuka jalan bagi konsolidasi administrasi secara efisien. Ia
melarang keras tentaranya membunuh orang yang lemah dan menodai kuil
serta tempat ibadah lainnya. Sekali suatu perjanjian ditandatangani, ia
harus ditaati, yang tersurat maupun yang tersirat.
Berbeda dengan tindakan penindasan dan kebuasan yang dilakukan
Alexander, Caesar, Atilla, Ghengiz Khan, dan Hulagu. Penaklukan model
Umar bersifat badani dan rohani.
Ketika Alexander menaklukan Sur, sebuah kota di Syria, dia
memerintahkan para jenderalnya melakukan pembunuhan massal, dan
menggantung seribu warga negara terhormat pada dinding kota. Demikian
pula ketika dia menaklukan Astakher, sebuah kota di Parsi, dia
memerintahkan memenggal kepala semua laki-laki. Raja lalim seperti
Ghengiz Khan, Atilla dan Hulagu bahkan lebih ganas lagi. Tetapi imperium
mereka yang luas itu hancur berkeping-keping begitu sang raja
meninggal. Sedangkan penaklukan oleh khalifah Islam kedua berbeda
sifatnya. Kebijaksanaannya yang arif, dan administrasi yang efisien,
membantu mengonsolidasikan kerajaannya sedemikian rupa. Sehingga sampai
masa kini pun, setelah melewati lebih dari 1.400 tahun, negara-negara
yang ditaklukannya masih berada di tangan orang Muslim. Umar al-Faruk
sesungguhnya penakluk terbesar yang pernah dihasilkan sejarah.
Sifat mulia kaum Muslimin umumnya dan Khalifah khususnya, telah
memperkuat kepercayaan kaum non Muslim pada janji-janji yang diberikan
oleh pihak Muslimin. Suatu ketika, Hurmuz, pemimpin Parsi yang menjadi
musuh bebuyutan kaum Muslimin, tertawan di medan perang dan di bawa
menghadap Khalifah di Madinah. Ia sadar kepalanya pasti akan dipenggal
karena dosanya sebagai pembunuh sekian banyak orang kaum Muslimin. Dia
tampaknya merencanakan sesuatu, dan meminta segelas air. Permohonannya
dipenuhi, tapi anehnya ia tidak mau minum air yang dihidangkan. Dia
rupanya merasa akan dibunuh selagi mereguk minuman, Khalifah
meyakinkannya, dia tidak akan dibunuh kecuali jika Hurmuz meminum air
tadi. Hurmuz yang cerdik seketika itu juga membuang air itu. Ia lalu
berkata, karena dia mendapatkan jaminan dari Khalifah, dia tidak akan
minum air itu lagi. Khalifah memegang janjinya. Hurmuz yang terkesan
dengan kejujuran Khalifah, akhirnya masuk Islam.
Khalifah Umar pernah berkata, “Kata-kata seorang Muslim biasa sama
beratnya dengan ucapan komandannya atau khalifahnya.” Demokrasi sejati
seperti ini diajarkan dan dilaksanakan selama kekhalifahan ar-rosyidin
hampir tidak ada persamaannya dalam sejarah umat manusia. Islam sebagai
agama yang demokratis, seperti digariskan Al-Qur’an, dengan tegas
meletakkan dasar kehidupan demokrasi dalam kehidupan Muslimin, dan
dengan demikian setiap masalah kenegaraan harus dilaksanakan melalui
konsultasi dan perundingan. Nabi SAW. sendiri tidak pernah mengambil
keputusan penting tanpa melakukan konsultasi. Pohon demokrasi dalam
Islam yang ditanam Nabi dan dipelihara oleh Abu Bakar mencapai puncaknya
pada jaman Khalifah Umar. Semasa pemerintahan Umar telah dibentuk dua
badan penasehat. Badan penasehat yang satu merupakan sidang umum yang
diundang bersidang bila negara menghadapi bahaya. Sedang yang satu lagi
adalah badan khusus yang terdiri dari orang-orang yang integritasnya
tidak diragukan untuk diajak membicarakan hal rutin dan penting. Bahkan
masalah pengangkatan dan pemecatan pegawai sipil serta lainnya dapat
dibawa ke badan khusus ini, dan keputusannya dipatuhi.
Umar hidup seperti orang biasa dan setiap orang bebas menanyakan
tindakan-tindakannya. Suatu ketika ia berkata: “Aku tidak berkuasa apa
pun terhadap Baitul Mal (harta umum) selain sebagai petugas penjaga
milik yatim piatu. Jika aku kaya, aku mengambil uang sedikit sebagai
pemenuh kebutuhan sehari-hari. Saudara-saudaraku sekalian! Aku abdi
kalian, kalian harus mengawasi dan menanyakan segala tindakanku. Salah
satu hal yang harus diingat, uang rakyat tidak boleh dihambur-hamburkan.
Aku harus bekerja di atas prinsip kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.”
Suatu kali dalam sebuah rapat umum, seseorang berteriak: “O, Umar,
takutlah kepada Tuhan.” Para hadirin bermaksud membungkam orang itu,
tapi Khalifah mencegahnya sambil berkata: “Jika sikap jujur seperti itu
tidak ditunjukan oleh rakyat, rakyat menjadi tidak ada artinya. Jika
kita tidak mendengarkannya, kita akan seperti mereka.” Suatu kebebasan
menyampaikan pendapat telah dipraktekkan dengan baik.
Ketika berpidato suatu kali di hadapan para gubernur, Khalifah
berkata: “Ingatlah, saya mengangkat Anda bukan untuk memerintah rakyat,
tapi agar Anda melayani mereka. Anda harus memberi contoh dengan
tindakan yang baik sehingga rakyat dapat meneladani Anda.”
Pada saat pengangkatannya, seorang gubernur harus menandatangani
pernyataan yang mensyaratkan bahwa “Dia harus mengenakan pakaian
sederhana, makan roti yang kasar, dan setiap orang yang ingin mengadukan
suatu hal bebas menghadapnya setiap saat.” Menurut pengarang buku
Futuhul-Buldan, di masa itu dibuat sebuah daftar barang bergerak dan
tidak bergerak begitu pegawai tinggi yang terpilih diangkat. Daftar itu
akan diteliti pada setiap waktu tertentu, dan penguasa tersebut harus
mempertanggung-jawabkan terhadap setiap hartanya yang bertambah dengan
sangat mencolok. Pada saat musim haji setiap tahunnya, semua pegawai
tinggi harus melapor kepada Khalifah. Menurut penulis buku Kitab
ul-Kharaj, setiap orang berhak mengadukan kesalahan pejabat negara, yang
tertinggi sekalipun, dan pengaduan itu harus dilayani. Bila terbukti
bersalah, pejabat tersebut mendapat ganjaran hukuman.
Muhammad bin Muslamah Ansari, seorang yang dikenal berintegritas
tinggi, diangkat sebagai penyelidik keliling. Dia mengunjungi berbagai
negara dan meneliti pengaduan masyarakat. Sekali waktu, Khalifah
menerima pengaduan bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash, gubernur Kufah, telah
membangun sebuah istana. Seketika itu juga Umar memutus Muhammad Ansari
untuk menyaksikan adanya bagian istana yang ternyata menghambat jalan
masuk kepemukiman sebagian penduduk Kufah. Bagian istana yang merugikan
kepentingan umum itu kemudian dibongkar. Kasus pengaduan lainnya
menyebabkan Sa’ad dipecat dari jabatannya.
Seorang sejarawan Eropa menulis dalam The Encyclopedia of Islam:
“Peranan Umar sangatlah besar. Pengaturan warganya yang non-Muslim,
pembentukan lembaga yang mendaftar orang-orang yang mendapat hak untuk
pensiun tentara (divan), pengadaan pusat-pusat militer (amsar) yang
dikemudian hari berkembang menjadi kota-kota besar Islam, pembentukan
kantor kadi (qazi), semuanya adalah hasil karyanya. Demikian pula
seperangkat peraturan, seperti sembahyang tarawih di bulan Ramadhan,
keharusan naik haji, hukuman bagi pemabuk, dan hukuman pelemparan dengan
batu bagi orang yang berzina.”
Khalifah menaruh perhatian yang sangat besar dalam usaha perbaikan
keuangan negara, dengan menempatkannya pada kedudukan yang sehat. Ia
membentuk “Diwan” (departemen keuangan) yang dipercayakan menjalankan
administrasi pendapatan negara.
Pendapatan persemakmuran berasal dari sumber :
Zakat atau pajak yang dikenakan secara bertahap terhadap Muslim yang
berharta. Kharaj atau pajak bumi Jizyah atau pajak perseorangan. Dua
pajak yang disebut terakhir, yang membuat Islam banyak dicerca oleh
sejarawan Barat, sebenarnya pernah berlaku di kerajaan Romawi dan
Sasanid (Parsi). Pajak yang dikenakan pada orang non Muslim jauh lebih
kecil jumlahnya dari pada yang dibebankan pada kaum Muslimin. Khalifah
menetapkan pajak bumi menurut jenis penggunaan tanah yang terkena. Ia
menetapkan 4 dirham untuk satu Jarib gandum. Sejumlah 2 dirham dikenakan
untuk luas tanah yang sama tapi ditanami gersb (gandum pembuat ragi).
Padang rumput dan tanah yang tidak ditanami tidak dipungut pajak.
Menurut sumber-sumber sejarah yang dapat dipercaya, pendapatan pajak
tahunan di Irak berjumlah 860 juta dirham. Jumlah itu tak pernah
terlampaui pada masa setelah wafatnya Umar.
Ia memperkenalkan reform (penataan) yang luas di lapangan pertanian,
hal yang bahkan tidak terdapat di negara-negara berkebudayaan tinggi di
zaman modern ini. Salah satu dari reform itu ialah penghapusan zamindari
(tuan tanah), sehingga pada gilirannya terhapus pula beban buruk yang
mencekik petani penggarap. Ketika orang Romawi menaklukkan Syria dan
Mesir, mereka menyita tanah petani dan membagi-bagikannya kepada anggota
tentara, kaum ningrat, gereja, dan anggota keluarga kerajaan.
Sejarawan Perancis mencatat: “Kebijaksanaan liberal orang Arab dalam
menentukan pajak dan mengadakan land reform sangat banyak pengaruhnya
terhadap berbagai kemenangan mereka di bidang kemiliteran.”
Ia membentuk departemen kesejahteraan rakyat, yang mengawasi
pekerjaan pembangunan dan melanjutkan rencana-rencana. Sejarawan
terkenal Allamah Maqrizi mengatakan, di Mesir saja lebih dari 20.000
pekerja terus-menerus dipekerjakan sepanjang tahun. Sejumlah kanal di
bangun di Khuzistan dan Ahwaz selama masa itu. Sebuah kanal bernama
“Nahr Amiril Mukminin,” yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah,
dibangun untuk menjamin pengangkutan padi secara cepat dari Mesir ke
Tanah Suci.
Selama masa pemerintahan Umar diadakan pemisahan antara kekuasaan
pengadilan dan kekuasaan eksekutif. Von Hamer mengatakan, “Dahulu hakim
diangkat dan sekarang pun masih diangkat. Hakim ush-Shara ialah penguasa
yang ditetapkan berdasarkan undang-undang, karena undang-undang
menguasai seluruh keputusan pengadilan, dan para gubernur dikuasakan
menjalankan keputusan itu. Dengan demikian dengan usianya yang masih
sangat muda, Islam telah mengumandangkan dalam kata dan perbuatan,
pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan kekuasaan eksekutif.”
Pemisahan seperti itu belum lagi dicapai oleh negara-negara paling maju,
sekalipun di zaman modern ini.
Umar sangat tegas dalam penegakan hukum yang tidak memihak dan tidak
pandang bulu. Suatu ketika anaknya sendiri yang bernama Abu Syahma,
dilaporkan terbiasa meminum khamar. Khalifah memanggilnya menghadap dan
ia sendiri yang mendera anak itu sampai meninggal. Cemeti yang dipakai
menghukum Abu Syahma ditancapkan di atas kuburan anak itu.
Kebesaran Khalifah Umar juga terlihat dalam perlakuannya yang
simpatik terhadap warganya yang non Muslim. Ia mengembalikan tanah-tanah
yang dirampas oleh pemerintahan jahiliyah kepada yang berhak yang
sebagian besar non Muslim. Ia berdamai dengan orang Kristen Elia yang
menyerah. Syarat-syarat perdamaiannya ialah: “Inilah perdamaian yang
ditawarkan Umar, hamba Allah, kepada penduduk Elia. Orang-orang non
Muslim diizinkan tinggal di gereja-gereja dan rumah-rumah ibadah tidak
boleh dihancurkan. Mereka bebas sepenuhnya menjalankan ibadahnya dan
tidak dianiaya dengan cara apa pun.” Menurut Imam Syafi’i ketika
Khalifah mengetahui seorang Muslim membunuh seorang Kristen, ia
mengijinkan ahli waris almarhum menuntut balas. Akibatnya, si pembunuh
dihukum penggal kepala.
Khalifah Umar juga mengajak orang non Muslim berkonsultasi tentang
sejumlah masalah kenegaraan. Menurut pengarang Kitab al-Kharaj, dalam
wasiatnya yang terakhir Umar memerintahkan kaum Muslimin menepati
sejumlah jaminan yang pernah diberikan kepada non Muslim, melindungi
harta dan jiwanya, dengan taruhan jiwa sekalipun. Umar bahkan memaafkan
penghianatan mereka, yang dalam sebuah pemerintahan beradab di zaman
sekarang pun tidak akan mentolerirnya. Orang Kristen dan Yahudi di Hems
bahkan sampai berdoa agar orang Muslimin kembali ke negeri mereka.
Khalifah memang membebankan jizyah, yaitu pajak perlindungan bagi kaum
non Muslim, tapi pajak itu tidak dikenakan bagi orang non Muslim, yang
bergabung dengan tentara Muslimin.
Khalifah sangat memperhatikan rakyatnya, sehingga pada suatu ketika
secara diam-diam ia turun berkeliling di malam hari untuk menyaksikan
langsung keadaan rakyatnya. Pada suatu malam, ketika sedang berkeliling
di luar kota Madinah, di sebuah rumah dilihatnya seorang wanita sedang
memasak sesuatu, sedang dua anak perempuan duduk di sampingnya
berteriak-teriak minta makan. Perempuan itu, ketika menjawab Khalifah,
menjelaskan bahwa anak-anaknya lapar, sedangkan di ceret yang ia jerang
tidak ada apa-apa selain air dan beberapa buah batu. Itulah caranya ia
menenangkan anak-anaknya agar mereka percaya bahwa makanan sedang
disiapkan. Tanpa menunjukan identitasnya, Khalifah bergegas kembali ke
Madinah yang berjarak tiga mil. Ia kembali dengan memikul sekarung
terigu, memasakkannya sendiri, dan baru merasa puas setelah melihat
anak-anak yang malang itu sudah merasa kenyang. Keesokan harinya, ia
berkunjung kembali, dan sambil meminta maaf kepada wanita itu ia
meninggalkan sejumlah uang sebagai sedekah kepadanya.
Khalifah yang agung itu hidup dengan cara yang sangat sederhana.
Tingkat kehidupannya tidak lebih tinggi dari kehidupan orang biasa.
Suatu ketika Gubernur Kufah mengunjunginya sewaktu ia sedang makan. Sang
gubernur menyaksikan makanannya terdiri dari roti gersh dan minyak
zaitun, dan berkata, “Amirul mukminin, terdapat cukup di kerajaan Anda;
mengapa Anda tidak makan roti dari gandum?” Dengan agak tersinggung dan
nada murung, Khalifah bertanya, “Apakah Anda pikir setiap orang di
kerajaanku yang begitu luas bisa mendapatkan gandum?” “Tidak,” Jawab
gubernur. “Lalu, bagaimana aku dapat makan roti dari gandum? Kecuali
bila itu bisa dengan mudah didapat oleh seluruh rakyatku.” Tambah Umar.
Dalam kesempatan lain Umar berpidato di hadapan suatu pertemuan.
Katanya, “Saudara-saudara, apabila aku menyeleweng, apa yang akan kalian
lakukan?” Seorang laki-laki bangkit dan berkata, “Anda akan kami
pancung.” Umar berkata lagi untuk mengujinya, “Beranikah anda
mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan seperti itu kepadaku?” “Ya,
berani!” jawab laki-laki tadi. Umar sangat gembira dengan keberanian
orang itu dan berkata, “Alhamdulillah, masih ada orang yang seberani itu
di negeri kita ini, sehingga bila aku menyeleweng mereka akan
memperbaikiku.”
Seorang filosof dan penyair Muslim tenar dari India menulis nukilan
seperti berikut untuk dia:Jis se jigar-i-lala me thandak ho who shabnam
Daryaan ke dil jis se dabel jaen who toofan
Seperti embun yang mendinginkan hati bunga lily, dan bagaikan topan yang menggelagakkan dalamnya sungai.
Sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zaidan terhadap prestasi Umar
berkomentar: “Pada zamannya, berbagai negara ia taklukkan, barang
rampasan kian menumpuk, harta kekayaan raja-raja Parsi dan Romawi
mengalir dengan derasnya di hadapan tentaranya, namun dia sendiri
menunjukkan kemampuan menahan nafsu serakah, sehingga kesederhanaannya
tidak pernah ada yang mampu menandingi. Dia berpidato di hadapan
rakyatnya dengan pakaian bertambalkan kulit hewan. Dia mempraktekkan
satunya kata dengan perbuatan. Dia mengawasi para gubernur dan
jenderalnya dengan cermat dan dengan cermat pula menyelidiki perbuatan
mereka. Bahkan Khalid bin Walid yang perkasa pun tidak terkecuali. Dia
berlaku adil kepada semua orang, dan bahkan juga bagi orang non-Muslim.
Selama masa pemerintahannya, disiplin baja diterapkan secara utuh.”
Michael H. Hart, penulis buku 100 tokoh paling berpengaruh di dunia,
menempatkan Umar bin Khattab pada urutan 50 orang paling berpengaruh
sepanjang sejarah. Beliau dinilai paling berperan dalam memperluas
Daulah Khilafah Islamiyah serta sebagai Penerus cita-cita Nabi Muhammad
SAW. Nabi Muhammad SAW sendiri berada di urutan pertama sebagai orang
paling berpengaruh sepanjang sejarah umat manusia
0 komentar:
Posting Komentar